Restu Sinaga, Pasca Rehabilitasi
Aktor Restu Sinaga memulai kembali dunia akting pasca rehabilitasi. Sebelumnya, Restu ditangkap polisi atas kasus penyalahgunaan narkotika, dan hal ini sempat membuat kariernya berhenti. Selang beberapa waktu kemudian, Restu menerima tawaran untuk bermain difilm "Merah Putih Memanggil" ini. Selama proses shooting, Restu mengaku lebih belajar banyak secara khusus untuk memerankan senjata berbahaya.[9]
Penulis skenario film Merah Putih Memanggil adalah seorang Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang memang sudah beberapa tahun berkiprah di dunia film melalui TB Silalahi Pictures. Dialah Tiopan Bernhard Silalahi atau lebih dikenal dengan TB Silalahi.[10]
Kepiawaian TB dalam bidang militer dapat ia tuangkan dalam kisah "Merah Putih Memanggil". Tebe, sapaan akrabnya, pernah bertugas dalam misi perdamaian ke Timur Tengah sebagai pasukan PBB disaat terjadi perang antara Mesir dan Israel tahun 1973.[11]
TeBe Silalahi Center sebagai Rumah Produksi TB Silalahi dalam memproduksi berbagai filmnya, telah menulis skenario untuk film Toba Dreams yang cukup laris pada tahun 2015 silam.[8] Selain itu ada juga film I Leave My Heart In Lebanon film tahun 2016, juga cukup menarik minat pecinta film Indonesia.[10]
Tayang di Televisi Swasta
Proses pembuatan film ini menghabiskan waktu selama 49 hari di pedalaman hutan. Keterlibatan anggota TNI yang sudah terbiasa dengan pola hidup di pedalaman, hal ini membuat proses pembuatan film cukup membantu.[8] Lokasi shooting di Bogor dan Banten menjadi tempat yang tepat melakukan pengambilan gambar. Para aktor yang terlibat juga mampu beradaptasi dengan lokasi shooting, terlebih Prisia Nasution, mampu melakukan banyak adegan dengan baik.[11]
Dalam memperingati HUT RI ke -73 tahun 2018 lalu, Televisi swasta Trans 7 menayangkan film ini dalam rangka menyemarkkan suasana Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Film ini ditayangkan pada pukul 20.00 WIB.[13]
full vidio merah putih memanggil
Merah Putih Memanggil adalah sebuah film dari Indonesia dengan genre action. Diperankan oleh aktris dan aktor berbakat Indonesia berdarah Batak yakni Prisia Nasution, Maruli Tampubolon dan Restu Sinaga, serta beberapa pemain lainnya. Film ini bercerita tentang pasukan Tentara Nasional Indonesia yang bertugas sebagai wakil Indonesia dalam misi penyelamatan Warga Negara Indonesia dari aksi teroris internasional.[1] Mengusung tema tentang patriotisme, nasionalisme dan kegigihan TNI, dirilis pada tanggal 5 Oktober 2017.[2]
Film "Merah Putih Memanggil" menggunakan dua lokasi berbeda yakni di Kota Bogor, Jawa Barat dan sekitar provinsi Banten. Lokasi shooting pertama diadakan di daerah gunung Bundar Selatan, Kota Bogor. Di lokasi ini, pengambilan gambar diadakan dari tanggal 29 Maret 2017 hingga 30 April 2017.[3] Kemudian dilanjutkan ke lokasi kedua yaitu di Pantai Anyer, Banten dan meliputi wilayah sekitarnya. Pengambilan gambar dilokasi ini mulai tanggal 2 Mei hingga 15 Mei 2017.[3]
Film ini diperankan oleh empat pemeran utama yang sudah tidak asing lagi bagi pecinta film Indonesia. Maruli Tampubolon berperan sebagai kapten TNI bernama Kapten Norman.[4] Kemudian Prisia Nasution menjadi seorang dokter yang ikut dalam misi penyelamatan ke kapal tersebut, namanya ialah dr. Kartini. Sementara itu Restu Sinaga berperan sebagai Lopez dan Aryo Wahab berperan sebagai Diego, keduanya merupakan bagian dari komplotan teroris yang menyandera kapal berbendera Merah Putih tersebut.[4] Selain mereka, ada juga aktris Happy Salma, Mentari de Marella dan Arjan Onderdenwijngaard, yang mengambil bagian dalam film ini.[5]
Karakter tokoh Kapten Norman, memiliki sikap tegas dan mengambil keputusan penting dalam aksi penyanderaan tersebut, sementara dr Kartini selaku dokter turut dalam rombongan guna menolong jika ada korban dalam penyekapan kapal tersebut. Kedua pelaku utama teroris, Lopez dan Diego, tampak sangat terlatih dalam melakukan aksi mereka layaknya terlihat seperti tentara. Keahlian para teroris juga menjadikan misi penyelamatan tersebut mengalami banyak kendala.[4]
Dalam film ini, ada dua nama anggota TNI yang cukup menarik perhatian publik dengan keterlibatan mereka dalam film ini, mereka adalah Serka Sepi Ermawan dan Letda Eko Jati. Mereka menjadi bagian dari anggota TNI yang turut dalam misi penyelamatan penyanderaan tersebut.[6] Keahlian mereka dalam memerankam peran sangat menarik minat pecinta film Indonesia, bahkan berbagai pujian juga dilontarkan dalam akun media sosial mereka.[6]
Film ini memiliki latar belakang di dua negara, yakni Indonesia dan satu lagi adalah Tongo, sebuah negara fiktif yang sengaja dibuat dalam film ini.
Kisah film ini bermula dengan disekapnya sebuah kapal pesiar ukuran sedang berbendera Indonesia Merah Putih di wilayah perairan negara tetangga Indonesia, negara fiktif Tongo, oleh sekelompok jaringan teroris internasional. Satu orang awak kapal telah ditembak mati oleh teroris karena melakukan perlawanan dan pembangkangan. Aktor utama teroris dipimpin oleh Diego (diperankan Ariyo Wahab) sosok yang sangat bengis, kejam dan tidak punya rasa simpati. Diego dibantu oleh kaki tangannya Lopez (diperankan Restu Sinaga), dan merekalah teroris yang bermukim di Tongo, negara tetangga Indonesia.[7]
Kelompok teroris besutan Diego dan Lopez berhasil menyandera empat orang awak kapal pesiar termasuk kapten kapal beserta tiga orang warga negara lain, satu dari Perancis, satu orang warga negara Kanada dan satu orang warga negara Korea Selatan diculik dan dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara Tongo. Diego, selaku pimpinan penculikan meminta tebusan dari negara-negara yang warga negaranya diculik dan sudah barang tentu termasuk Indonesia. Sementara, TNI belum bisa melakukan bantuan apapun karena wilayah penyanderaan teroris berada di luar wilayah kekuasaan Indonesia.[7]
Meski telah berusaha melakukan perlawanan, nyatanya aparat keamanan dan pemerintah negara Tongo tidak mampu menangani aksi keji tersebut. Kelompok teroris cukup agresif dan terlatih dalam melakukan perlawanan, salah satu penyebab Tongo gagal melakukan penyelamatan.[7]
Negara Tongo akhirnya kewalahan dalam menghadapi kelompok teroris. Banyaknya masalah internal negara Tongo sendiri merupakan salah satu penyebab pemerintahan Tongo gagal melakukan perlawanan. Melalui hal ini, pendekatan dari Pemerintah Indonesia kepada negara Tongo membuahkan hasil, Indonesia diberi akses kepada Tentara Nasional Indonesia untuk membantu menyelasikan masalah tersebut. TNI diberi izin masuk ke Tongo untuk untuk membebaskan para sandera dalam batas waktu 2x24 jam saja. Untuk itulah TNI membuat suatu rencana OG (Operasi Gabungan) yang melibatkan semua Angkatan bersenjata Indonesia.[7]
Seusai latihan rutin kemiliteran, kapten Norman (diperankan oleh Maruli Tampubolon) melihat berita video tentang penyekapan tersebut. Norman yang merupakan komandan anti teror Kopassus ditugaskan untuk menyelamatkan sandera. Timnya dibantu oleh pasukan gabungan dari unsur TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Mereka hanya memiliki waksetu 48 jam untuk menyelamatkan sandera.[1]
TNI AD melakukan operasi tertutup atau pendadakan dengan mengirimkan satu tim yang berasal dari 'Batalyon Anti Teror Kopassus' yang diterjunkan pada malam hari secara free fall.[7] Dalam keadaan siap siaga, mereka akan dibantu oleh pesawat tempur TNI Angkatan Udara serta kapal-kapal perang milik TNI Angkatan Laut di pantai. Selain itu, ada juga turut serta operasi Kopaska atau 'Pasukan Katak' dan 'Batalyon Marinir' untuk didaratkan. Semua satuan-satuan dari TNI ini akhirnya dilibatkan.[7] Meskipun pasukan khusus tersebut berhasil menyelamatkan para sandera dalam prosedur misi awalnya, mereka malah diburu dan dikejar-kejar oleh pasukan pemberontak.
Film "Merah Putih Memanggil" ini telah diresmikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo pada hari Jumat, 28 April 2017 di Gedung Suma 2, Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta Timur, sebelum resmi dirilis pada 5 Oktober 2017 yang bersamaan dengan hari HUT TNI.[1]
Menurut Jendral Gatot film ini diproduksi sebagai bentuk publikasi kepada masyarakat Indonesia bahwa TNI selalu siap sedia dan berdedikasi untuk melindungi seluruh warga dan wilayah kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena anggota TNI telah terlatih dan terdidik dalam melakukan serangkaian operasi militer dalam berbagai beratnya medan dan daerah, termasuk didalamnya pencegahan serangan teroris yang bisa merusak dan mengganggu keamanan Indonesia.[1] Terlebih lagi, Indonesia sering disusupi kejatahan teroris yang telah memakan banyak korban.
Tepat pada tanggal 5 Oktober 2017, film ini dirilis dan diputar diseluruh bioskop tanah air Indonesia. Dalam tayangan atau rilis perdana tersebut Mirwan selaku sutradara memperkenal beberapa pemeran utama dalam film tersebut.
Mirwan selaku sutradara film turut memuji akan fisik atau tubuh Maruli Tampubolon. Ia bahkan menilai bahwa Maruli sangat bagus jika bergabung menjadi bagian dari keanggotaan Kopassus, meskipun karakter wajah Maruli yang tidak tampak seram. Mirwan sempat bergurau bahwa yang lebih cocok menjadi pemeran kapten Norman ialah Jendral Gatot Nurmantyo, namun karena sudah menjadi panglima TNI, jenderal, hal itu sulit dilakukan.[2]
Mirwan juga memuji atas peran dari Prisia Nasution. Pada saat rilis perdana tanggal 5 Oktober 2017 tersebut, Mirwan memperkenalkan Prisia Nasution dengan berperan sebagai dokter prajurit yang bernama Kartini. Pujian Mirwan keluar untuk Prisia karena ia berani melakukan berbagai adegan berbahaya tanpa meminta bantuan pemer pengganti atau stunt. Dalam film tersebut, Prisia melakukan adegan turun gunung menggunakan tali layaknya anggota Kopassus.[2] Selain wajah yang cantik, akting dari gadis berdarah Batak ini juga patut diberi pujian.
Aktor lainnya juga dipuji oleh Mirwan. Ariyo Wahab dan Restu Sinaga yang keduanya berperan sebagai teroris, dianggap sangat bagus. Mereka sangat mendalami dan telah mengerti bagaimana mereka harus memerankan karakter mereka dalam film tersebut.[2] Sehingga Mirwan merasa puas dengan tampilnya para pemeran utama dalam film Merah Putih Memanggil.
Ada beberapa fakta menarik dalam film "Merah Putih Memanggil" ini.
Pada umumnya, pembuatan film dengan genre action, menggunakan alat perang replika atau tidak asli, guna menghindari kesalahan fatal selama proses pembuatan film. Namun yang menarik dari film "Merah Putih Memanggil" ini ialah bahwa semua senjata militer yang digunakan ialah asli.[8]
Beberapa senjata asli yang digunakan dalam pembuatan film ini, yakni SIG Sauer P 226, AX-308, Minimi Para Machine Gun, teropong Leica Vector, dan peralatan selam Ampora milik Kopaska. Lalu, alutsista yang diturunkan berupa Skuadron pesawat tempur "Sukhoi SU-30" dan kapal selam "KRI Nanggala".[8] Ada juga helikopter, tank Amfibi,
Keaslian senjata yang digunakan juga dituturkan oleh Verdy Bhawanta sebagai salah satu pemeran dalam film ini. Verdy nilai bahwa tidak mudah untuk menggunakan senjata asli dalam pembuatan sebuah film, sehingga perlu diperankan oleh orang yang sangat ahli atau memerlukan waktu yang banyak untuk bisa menggunakannya hingga terlihat sempurna. Hal senada juga disampaikan Serka Sepi Ermawan, bahwa penggunaan senjata asli dalam pembuatan film Merah Putih Memanggil benar adanya sehingga lebih aman diperankan oleh para ahli di bidangnya[6]
Selain pemeran utama Maruli Tampubolon, Prisia, Nasution, Arya Wahab, Restu Sinaga, dan Happy Salma, ternyata pemeran dalam ini melibatkan anggota TNI yang masih aktif.[8] TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara, memilih beberapa anggotanya untuk terlibat langsung dalam pembuatan film ini. Maka tidak heran, jika peralatan-peralatan tempur yang digunakan adalah asli karena dipegang dan dikendalikan oleh para ahli dibidangnya.
Nonton Bareng (Nobar)
Pembuatan film "Merah Putih Memanggil" menjadi agenda khusus tahun 2017 untuk ditayangkan di berbagai bioskop, dalam memperingati dan perayaan HUT TNI di Lapangan Udara (Lanud) Tentara Nasional Indonesia yang ke-72, di seluruh Indonesia. Maka, bertepatan dengan hari HUT tersebut, telah dilakukan 'Nonton Bareng' (nobar) di sejumlah wilayah di Indonesia yang memiliki Bioskop. Seperti halnya di kota Pekanbaru, provinsi Riau.[14]
TNI kota Pekanbaru memperingati HUT TNI yang ke-72 di Lapangan Udara Roesmin Nurjadin ("Rsn"), Pekanbaru, dibawah pimpinan Komandan Lanud Rsn, Marsma TNI TBH Age Wiraksono.[14] 300 anak muda mewakili siswa Sekolah Dasar, SMP, SMA, serta perwakilan pemuda Masjid dan Gereja, diundang untuk turut serta dalam 'nobar' tersebut. TNI mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut adalah hal positive karena mengangkat thema perjuangan dan semnagat nasionalisme TNI dalam memperjuangankan Warga Negara Indonesia.[14]
Kegiatan ini juga dilakukan dibanyak tempat dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Seperti di Tasikmalaya pada tanggal 30 November 2017, personal Lanud Wiradinata dan Kodim 0612/Tasikmalaya, menggelar 'nobar' bersama para mahasiswa, ulama, santri, pemuda/i gereja, anggota pramuka, di Cinema XXI, Plaza Asia Tasikmalaya.[15] Demikian juga di kota Ambon, Maluku, kodam XVI/Pattimura, menggelar 'nobar' bersama masyarakat, dan beberapa warga sekitar di Studio XXI Ambon City Center.[15] Dan tujuannya adalah sama, yakni untuk membangkitkan semanagat nasionalisme warga Indonesia, dan turut serta menjadi bagian dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Cerita film ini dimulai dengan adanya pembajakan kapal pesiar ukuran sedang berbendera Indonesia, Merah Putih diperairan wilayah Indonesia oleh teroris internasional. Satu orang awak kapal ditembak mati di kapal karena melakukan pembangkangan. Empat orang awak kapal termasuk kapten beserta tiga orang warga negara Perancis, satu orang warga negara Kanada dan satu orang warga negara Korea Selatan diculik dan dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara tetangga. Pimpinan penculik meminta tebusan dari negara-negara yang warga negaranya diculik dan sudah barang tentu termasuk Indonesia. TNI tidak bisa berbuat apa-apa karena teroris itu berada di negara lain/tetangga. Negara tetangga tersebut juga sedang kewalahan menghadapi para teroris ini karena Pemerintahnya sendiri mengalami banyak masalah dalam negeri. Namun karena pendekatan dari Pemerintah Indonesia negara tetangga tersebut memberi ijin dan kesempatan kepada TNI untuk masuk ke daerahnya untuk membebaskan sandera dibatasi dalam waktu 2x24 jam. Untuk itu TNI membuat rencana Operasi Gabungan yang melibatkan semua Angkatan. TNI AD melakukan operasi tertutup/pendadakan dengan mengirimkan 1 team dari Batalyon Anti Teror Kopassus yang diterjunkan malam hari secara free fall. Dalam keadaan siap siaga akan dibantu pesawat tempur dari TNI AU serta kapal-kapal perang TNI AL di pantai serta operasi Kopaska atau Pasukan Katak dan Batalyon Marinir untuk didaratkan. Semua satuan-satuan TNI ini akhirnya dilibatkan.
Film Merah Putih Memanggil sudah tayang di bioskop sejak tanggal 22 Oktober 2017 - 14 November 2017
Merah Putih Memanggil adalah sebuah film dari Indonesia dengan genre action. Diperankan oleh aktris dan aktor berbakat Indonesia berdarah Batak yakni Prisia Nasution, Maruli Tampubolon dan Restu Sinaga, serta beberapa pemain lainnya. Film ini bercerita tentang pasukan Tentara Nasional Indonesia yang bertugas sebagai wakil Indonesia dalam misi penyelamatan Warga Negara Indonesia dari aksi teroris internasional.[1] Mengusung tema tentang patriotisme, nasionalisme dan kegigihan TNI, dirilis pada tanggal 5 Oktober 2017.[2]
Film "Merah Putih Memanggil" menggunakan dua lokasi berbeda yakni di Kota Bogor, Jawa Barat dan sekitar provinsi Banten. Lokasi shooting pertama diadakan di daerah gunung Bundar Selatan, Kota Bogor. Di lokasi ini, pengambilan gambar diadakan dari tanggal 29 Maret 2017 hingga 30 April 2017.[3] Kemudian dilanjutkan ke lokasi kedua yaitu di Pantai Anyer, Banten dan meliputi wilayah sekitarnya. Pengambilan gambar dilokasi ini mulai tanggal 2 Mei hingga 15 Mei 2017.[3]
Film ini diperankan oleh empat pemeran utama yang sudah tidak asing lagi bagi pecinta film Indonesia. Maruli Tampubolon berperan sebagai kapten TNI bernama Kapten Norman.[4] Kemudian Prisia Nasution menjadi seorang dokter yang ikut dalam misi penyelamatan ke kapal tersebut, namanya ialah dr. Kartini. Sementara itu Restu Sinaga berperan sebagai Lopez dan Aryo Wahab berperan sebagai Diego, keduanya merupakan bagian dari komplotan teroris yang menyandera kapal berbendera Merah Putih tersebut.[4] Selain mereka, ada juga aktris Happy Salma, Mentari de Marella dan Arjan Onderdenwijngaard, yang mengambil bagian dalam film ini.[5]
Karakter tokoh Kapten Norman, memiliki sikap tegas dan mengambil keputusan penting dalam aksi penyanderaan tersebut, sementara dr Kartini selaku dokter turut dalam rombongan guna menolong jika ada korban dalam penyekapan kapal tersebut. Kedua pelaku utama teroris, Lopez dan Diego, tampak sangat terlatih dalam melakukan aksi mereka layaknya terlihat seperti tentara. Keahlian para teroris juga menjadikan misi penyelamatan tersebut mengalami banyak kendala.[4]
Dalam film ini, ada dua nama anggota TNI yang cukup menarik perhatian publik dengan keterlibatan mereka dalam film ini, mereka adalah Serka Sepi Ermawan dan Letda Eko Jati. Mereka menjadi bagian dari anggota TNI yang turut dalam misi penyelamatan penyanderaan tersebut.[6] Keahlian mereka dalam memerankam peran sangat menarik minat pecinta film Indonesia, bahkan berbagai pujian juga dilontarkan dalam akun media sosial mereka.[6]
Film ini memiliki latar belakang di dua negara, yakni Indonesia dan satu lagi adalah Tongo, sebuah negara fiktif yang sengaja dibuat dalam film ini.
Kisah film ini bermula dengan disekapnya sebuah kapal pesiar ukuran sedang berbendera Indonesia Merah Putih di wilayah perairan negara tetangga Indonesia, negara fiktif Tongo, oleh sekelompok jaringan teroris internasional. Satu orang awak kapal telah ditembak mati oleh teroris karena melakukan perlawanan dan pembangkangan. Aktor utama teroris dipimpin oleh Diego (diperankan Ariyo Wahab) sosok yang sangat bengis, kejam dan tidak punya rasa simpati. Diego dibantu oleh kaki tangannya Lopez (diperankan Restu Sinaga), dan merekalah teroris yang bermukim di Tongo, negara tetangga Indonesia.[7]
Kelompok teroris besutan Diego dan Lopez berhasil menyandera empat orang awak kapal pesiar termasuk kapten kapal beserta tiga orang warga negara lain, satu dari Perancis, satu orang warga negara Kanada dan satu orang warga negara Korea Selatan diculik dan dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara Tongo. Diego, selaku pimpinan penculikan meminta tebusan dari negara-negara yang warga negaranya diculik dan sudah barang tentu termasuk Indonesia. Sementara, TNI belum bisa melakukan bantuan apapun karena wilayah penyanderaan teroris berada di luar wilayah kekuasaan Indonesia.[7]
Meski telah berusaha melakukan perlawanan, nyatanya aparat keamanan dan pemerintah negara Tongo tidak mampu menangani aksi keji tersebut. Kelompok teroris cukup agresif dan terlatih dalam melakukan perlawanan, salah satu penyebab Tongo gagal melakukan penyelamatan.[7]
Negara Tongo akhirnya kewalahan dalam menghadapi kelompok teroris. Banyaknya masalah internal negara Tongo sendiri merupakan salah satu penyebab pemerintahan Tongo gagal melakukan perlawanan. Melalui hal ini, pendekatan dari Pemerintah Indonesia kepada negara Tongo membuahkan hasil, Indonesia diberi akses kepada Tentara Nasional Indonesia untuk membantu menyelasikan masalah tersebut. TNI diberi izin masuk ke Tongo untuk untuk membebaskan para sandera dalam batas waktu 2x24 jam saja. Untuk itulah TNI membuat suatu rencana OG (Operasi Gabungan) yang melibatkan semua Angkatan bersenjata Indonesia.[7]
Seusai latihan rutin kemiliteran, kapten Norman (diperankan oleh Maruli Tampubolon) melihat berita video tentang penyekapan tersebut. Norman yang merupakan komandan anti teror Kopassus ditugaskan untuk menyelamatkan sandera. Timnya dibantu oleh pasukan gabungan dari unsur TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Mereka hanya memiliki waksetu 48 jam untuk menyelamatkan sandera.[1]
TNI AD melakukan operasi tertutup atau pendadakan dengan mengirimkan satu tim yang berasal dari 'Batalyon Anti Teror Kopassus' yang diterjunkan pada malam hari secara free fall.[7] Dalam keadaan siap siaga, mereka akan dibantu oleh pesawat tempur TNI Angkatan Udara serta kapal-kapal perang milik TNI Angkatan Laut di pantai. Selain itu, ada juga turut serta operasi Kopaska atau 'Pasukan Katak' dan 'Batalyon Marinir' untuk didaratkan. Semua satuan-satuan dari TNI ini akhirnya dilibatkan.[7] Meskipun pasukan khusus tersebut berhasil menyelamatkan para sandera dalam prosedur misi awalnya, mereka malah diburu dan dikejar-kejar oleh pasukan pemberontak.
Film "Merah Putih Memanggil" ini telah diresmikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo pada hari Jumat, 28 April 2017 di Gedung Suma 2, Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta Timur, sebelum resmi dirilis pada 5 Oktober 2017 yang bersamaan dengan hari HUT TNI.[1]
Menurut Jendral Gatot film ini diproduksi sebagai bentuk publikasi kepada masyarakat Indonesia bahwa TNI selalu siap sedia dan berdedikasi untuk melindungi seluruh warga dan wilayah kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena anggota TNI telah terlatih dan terdidik dalam melakukan serangkaian operasi militer dalam berbagai beratnya medan dan daerah, termasuk didalamnya pencegahan serangan teroris yang bisa merusak dan mengganggu keamanan Indonesia.[1] Terlebih lagi, Indonesia sering disusupi kejatahan teroris yang telah memakan banyak korban.
Tepat pada tanggal 5 Oktober 2017, film ini dirilis dan diputar diseluruh bioskop tanah air Indonesia. Dalam tayangan atau rilis perdana tersebut Mirwan selaku sutradara memperkenal beberapa pemeran utama dalam film tersebut.
Mirwan selaku sutradara film turut memuji akan fisik atau tubuh Maruli Tampubolon. Ia bahkan menilai bahwa Maruli sangat bagus jika bergabung menjadi bagian dari keanggotaan Kopassus, meskipun karakter wajah Maruli yang tidak tampak seram. Mirwan sempat bergurau bahwa yang lebih cocok menjadi pemeran kapten Norman ialah Jendral Gatot Nurmantyo, namun karena sudah menjadi panglima TNI, jenderal, hal itu sulit dilakukan.[2]
Mirwan juga memuji atas peran dari Prisia Nasution. Pada saat rilis perdana tanggal 5 Oktober 2017 tersebut, Mirwan memperkenalkan Prisia Nasution dengan berperan sebagai dokter prajurit yang bernama Kartini. Pujian Mirwan keluar untuk Prisia karena ia berani melakukan berbagai adegan berbahaya tanpa meminta bantuan pemer pengganti atau stunt. Dalam film tersebut, Prisia melakukan adegan turun gunung menggunakan tali layaknya anggota Kopassus.[2] Selain wajah yang cantik, akting dari gadis berdarah Batak ini juga patut diberi pujian.
Aktor lainnya juga dipuji oleh Mirwan. Ariyo Wahab dan Restu Sinaga yang keduanya berperan sebagai teroris, dianggap sangat bagus. Mereka sangat mendalami dan telah mengerti bagaimana mereka harus memerankan karakter mereka dalam film tersebut.[2] Sehingga Mirwan merasa puas dengan tampilnya para pemeran utama dalam film Merah Putih Memanggil.
Ada beberapa fakta menarik dalam film "Merah Putih Memanggil" ini.
Pada umumnya, pembuatan film dengan genre action, menggunakan alat perang replika atau tidak asli, guna menghindari kesalahan fatal selama proses pembuatan film. Namun yang menarik dari film "Merah Putih Memanggil" ini ialah bahwa semua senjata militer yang digunakan ialah asli.[8]
Beberapa senjata asli yang digunakan dalam pembuatan film ini, yakni SIG Sauer P 226, AX-308, Minimi Para Machine Gun, teropong Leica Vector, dan peralatan selam Ampora milik Kopaska. Lalu, alutsista yang diturunkan berupa Skuadron pesawat tempur "Sukhoi SU-30" dan kapal selam "KRI Nanggala".[8] Ada juga helikopter, tank Amfibi,
Keaslian senjata yang digunakan juga dituturkan oleh Verdy Bhawanta sebagai salah satu pemeran dalam film ini. Verdy nilai bahwa tidak mudah untuk menggunakan senjata asli dalam pembuatan sebuah film, sehingga perlu diperankan oleh orang yang sangat ahli atau memerlukan waktu yang banyak untuk bisa menggunakannya hingga terlihat sempurna. Hal senada juga disampaikan Serka Sepi Ermawan, bahwa penggunaan senjata asli dalam pembuatan film Merah Putih Memanggil benar adanya sehingga lebih aman diperankan oleh para ahli di bidangnya[6]
Selain pemeran utama Maruli Tampubolon, Prisia, Nasution, Arya Wahab, Restu Sinaga, dan Happy Salma, ternyata pemeran dalam ini melibatkan anggota TNI yang masih aktif.[8] TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara, memilih beberapa anggotanya untuk terlibat langsung dalam pembuatan film ini. Maka tidak heran, jika peralatan-peralatan tempur yang digunakan adalah asli karena dipegang dan dikendalikan oleh para ahli dibidangnya.
Aktor Restu Sinaga memulai kembali dunia akting pasca rehabilitasi. Sebelumnya, Restu ditangkap polisi atas kasus penyalahgunaan narkotika, dan hal ini sempat membuat kariernya berhenti. Selang beberapa waktu kemudian, Restu menerima tawaran untuk bermain difilm "Merah Putih Memanggil" ini. Selama proses shooting, Restu mengaku lebih belajar banyak secara khusus untuk memerankan senjata berbahaya.[9]
Penulis skenario film Merah Putih Memanggil adalah seorang Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang memang sudah beberapa tahun berkiprah di dunia film melalui TB Silalahi Pictures. Dialah Tiopan Bernhard Silalahi atau lebih dikenal dengan TB Silalahi.[10]
Kepiawaian TB dalam bidang militer dapat ia tuangkan dalam kisah "Merah Putih Memanggil". Tebe, sapaan akrabnya, pernah bertugas dalam misi perdamaian ke Timur Tengah sebagai pasukan PBB disaat terjadi perang antara Mesir dan Israel tahun 1973.[11]
TeBe Silalahi Center sebagai Rumah Produksi TB Silalahi dalam memproduksi berbagai filmnya, telah menulis skenario untuk film Toba Dreams yang cukup laris pada tahun 2015 silam.[8] Selain itu ada juga film I Leave My Heart In Lebanon film tahun 2016, juga cukup menarik minat pecinta film Indonesia.[10]
Demi mencapai hasil yang maksimal, Mirwan mengaku telah melakukan kerjasama dengan pembuat film dan TV Show Hollywood sinematografi Steve Mason. Steve Mason telah bekerja di film "Mad Men", "Mad Max", dan "Gilmore Girls", dengan kerjasama sinematografi handal Indonesia, Donnie Firdaus.[12]
Kerjasama untuk editing sound juga melibatkan David Raines. David merupakan editing sound untuk film "Shooter" dan film yang laris dipasaran "Transformers". Ada juga Bruce Goodman, yang telah berkerja keras membuat film "Argo" dan "No Country for Old Men", mengambil bagian sebagai editing penyelaras dan keseimbangan gambar.[12]
Mirwan juga mengungkapkan bahwa dalam pembuatan film ini, mereka menggunakan lima kamera berbeda namun hanya satu yang bisa digunakan dengan baik. Tidak mudah membuat film dengan kontras warna yang bagus, sehingga membutuhkam orang yang dibidangnya untuk mengerjakan itu, jelas Mirwan.[12]
Proses pembuatan film ini menghabiskan waktu selama 49 hari di pedalaman hutan. Keterlibatan anggota TNI yang sudah terbiasa dengan pola hidup di pedalaman, hal ini membuat proses pembuatan film cukup membantu.[8] Lokasi shooting di Bogor dan Banten menjadi tempat yang tepat melakukan pengambilan gambar. Para aktor yang terlibat juga mampu beradaptasi dengan lokasi shooting, terlebih Prisia Nasution, mampu melakukan banyak adegan dengan baik.[11]
Dalam memperingati HUT RI ke -73 tahun 2018 lalu, Televisi swasta Trans 7 menayangkan film ini dalam rangka menyemarkkan suasana Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Film ini ditayangkan pada pukul 20.00 WIB.[13]
Pembuatan film "Merah Putih Memanggil" menjadi agenda khusus tahun 2017 untuk ditayangkan di berbagai bioskop, dalam memperingati dan perayaan HUT TNI di Lapangan Udara (Lanud) Tentara Nasional Indonesia yang ke-72, di seluruh Indonesia. Maka, bertepatan dengan hari HUT tersebut, telah dilakukan 'Nonton Bareng' (nobar) di sejumlah wilayah di Indonesia yang memiliki Bioskop. Seperti halnya di kota Pekanbaru, provinsi Riau.[14]
TNI kota Pekanbaru memperingati HUT TNI yang ke-72 di Lapangan Udara Roesmin Nurjadin ("Rsn"), Pekanbaru, dibawah pimpinan Komandan Lanud Rsn, Marsma TNI TBH Age Wiraksono.[14] 300 anak muda mewakili siswa Sekolah Dasar, SMP, SMA, serta perwakilan pemuda Masjid dan Gereja, diundang untuk turut serta dalam 'nobar' tersebut. TNI mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut adalah hal positive karena mengangkat thema perjuangan dan semnagat nasionalisme TNI dalam memperjuangankan Warga Negara Indonesia.[14]
Kegiatan ini juga dilakukan dibanyak tempat dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Seperti di Tasikmalaya pada tanggal 30 November 2017, personal Lanud Wiradinata dan Kodim 0612/Tasikmalaya, menggelar 'nobar' bersama para mahasiswa, ulama, santri, pemuda/i gereja, anggota pramuka, di Cinema XXI, Plaza Asia Tasikmalaya.[15] Demikian juga di kota Ambon, Maluku, kodam XVI/Pattimura, menggelar 'nobar' bersama masyarakat, dan beberapa warga sekitar di Studio XXI Ambon City Center.[15] Dan tujuannya adalah sama, yakni untuk membangkitkan semanagat nasionalisme warga Indonesia, dan turut serta menjadi bagian dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Sebuah kapal pesiar berbendera Indonesia dibajak teroris internasional di perairan Indonesia. Satu awak kapal ditembak mati, empat lainnya, termasuk kapten beserta tiga warga Perancis, satu warga Kanada dan satu warga Korea Selatan diculik dan dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara tetangga. Pimpinan penculik meminta tebusan dari negara-negara yang warganya diculik. Berkat pendekatan dari pemerintah Indonesia, negara tetangga tersebut memberi ijin kepada TNI masuk ke daerahnya untuk membebaskan sandera dalam waktu 2x24 jam. TNI membuat Operasi Gabungan. TNI AD melakukan operasi pendadakan dengan mengirimkan satu team dari Batalyon Anti Teror Kopassus yang diterjunkan malam hari secara free fall. Mereka dibantu pesawat tempur dari TNI AU, serta kapal-kapal perang TNI AL di pantai, serta operasi Kopaska (Pasukan Katak) dan Batalyon Marinir.
For Industry Professionals
Kerjasama dengan Hollywood
Demi mencapai hasil yang maksimal, Mirwan mengaku telah melakukan kerjasama dengan pembuat film dan TV Show Hollywood sinematografi Steve Mason. Steve Mason telah bekerja di film "Mad Men", "Mad Max", dan "Gilmore Girls", dengan kerjasama sinematografi handal Indonesia, Donnie Firdaus.[12]
Kerjasama untuk editing sound juga melibatkan David Raines. David merupakan editing sound untuk film "Shooter" dan film yang laris dipasaran "Transformers". Ada juga Bruce Goodman, yang telah berkerja keras membuat film "Argo" dan "No Country for Old Men", mengambil bagian sebagai editing penyelaras dan keseimbangan gambar.[12]
Mirwan juga mengungkapkan bahwa dalam pembuatan film ini, mereka menggunakan lima kamera berbeda namun hanya satu yang bisa digunakan dengan baik. Tidak mudah membuat film dengan kontras warna yang bagus, sehingga membutuhkam orang yang dibidangnya untuk mengerjakan itu, jelas Mirwan.[12]